Sabtu, 07 Mei 2011

POTENSI SUMBER DAYA ALAM PESISIR LAMPUNG

Lampung adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera, Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung, yang merupakan gabungan dari kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung.
Sedangkan di Teluk Semangka adalah Kota Agung (Kabupaten Tanggamus), dan di Laut Jawa terdapat pula pelabuhan nelayan seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Di samping itu, Kota Menggala juga dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang, adapun di Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui.
Lapangan terbang utamanya adalah "Radin Inten II", yaitu nama baru dari "Branti", 28 Km dari Ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi, dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra. Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103o 40' - 105o 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada antara : 6o 45' - 3o 45' Lintang Selatan
masyarakat pesisir lampung kebanyakan nelayan, dan bercocok tanam. sedangkan masyarakat tengah kebanyakan berkebun lada, kopi, cengkeh, kayu manis dll. Pesisir Lampung masih menyimpan potensi besar dalam pariwisata pantai yang ditunjang oleh letaknya yang dekat dengan pusat kota. Sumber daya alam berupa pariwisata pantai yang besar ini sayangnya belum dikelola secaraoptimal dan pengelolaan yang ada sekarang belum memperhatikan aspek keberlanjutan. Masalah sosial ekonomi yang lain adalah tingginya tingkat pengeboman ikan. Cara seperti ini memang mudah untuk dilakukan namun sangat embahayakan nelayan maupun lingkungan sekitarnya. Penggunaan bahan peledak ini menjadikan metode penangkapan ikan menjadi tidak selektif karena peluang matinya ikan-ikan berukuran kecil menjadi semakin tinggi, bahkan tidak jarang dapat merusak terumbu karang. Komposisi penduduk Bandar Lampung berdasarkan etnik sangat heterogen yang didominasi oleh etnis Bugis, Jawa, Banten, dan penduduk asli Lampung sendiri. Keragaman ini berpotensi menjadi salah satu pemicu konflik. Selain itu permasalahan sosial ekonomi lain di wilayah  ini adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia (SDM) yang rata-rata tamat sekolah dasar serta masalah miskin perkotaan.
Salah satu Provinsi di Indonesia yang memliki daerah pesisir yang cukup luas adalah Provinsi Lampung. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ± 35.288,35 km2 (Lampung dalam angka, BPS 2009), panjang garis pantai Lampung ± 1.105 km (termasuk 69 pulau kecil). dengan membentuk 4 (empat) wilayah pesisir, yaitu Pantai Barat (221 km), Teluk Semangka (200 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km), serta Pantai Timur (270 km), serta 184 desa pantai dengan luas total 414.000 ha. Mengacu pada Pasal 3 UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah, daerah Lampung memiliki luas wilayah perairan pesisir lebih kurang 16.625,3 km2 sehingga secara keseluruhan Propinsi Lampung memiliki luas wilayah 51.991,8 km2. Wilayah pesisir Lampung merupakan pertemuan antara dua fenomena, yaitu laut (Laut Jawa dan Samudra Hindia).
a. Potensi
Propinsi Lampung merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera, yang sarat dengan aliran penumpang dari Jawa ke Sumatera melalui kapal Ferry Merak- Bakauheni, serta aliran barang sekitar 75.000 peti kemas/tahun melalui kapal laut yang bongkar-muat di Pelabuhan Panjang. Kondisi tersebut menjadikan Lampung sebagai daerah ‘spill over’ pembangunan di Pulau Jawa. Pada sisi lain, posisi strategis ini memberi peluang pada perkembangan Lampung sebagai propinsi yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Wilayah pesisir Lampung dicirikan dengan produktifitas ekosistem yang tinggi, sehingga dapat mendukung kegiatan perekonomian Propinsi Lampung selama ini.
Provinsi Lampung merupakan pintu gerbang Pulau Sumatera dari Pulai Jawa. Merak-Bakauheni merupakan urat nadi penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera. Sesuai dengan PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN, di Provinsi Lampung terdapat dua Kawasan Strategis Nasional (KSN) yang ditetapkan, yaitu: Kawasan Selat Sunda, dengan fungsi strategis untuk meningkatkan kualitas kawasan secara ekonomi .Kawasan Perbatasan Negara di pesisir timur Provinsi Lampung yang berhadapan dengan laut lepas/Samudera Hindia dengan fungsi strategis untuk kepentingan pertahanan dan keamanan.
Laju pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Lampung terkait erat dengan adanya keberadaan sarana dan prasarana. Pembangunan sarana dan prasarana di wilayah pesisir Provinsi Lampung yang telah dicanangkan secara nasional adalah rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) dan yang dicanangkan oleh masing-masing kabupaten/kota adalah; rencana pembangunan Water Front City di Kota Bandar Lampung, serta rencana pembangunan pelabuhan dan bandara udara di Kabupaten Lampung Barat harus segera direalisasikan agar nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan dan laju pembangunan di pesisir Lampung.
Terumbu karang, terutama di Teluk Lampung, merupakan aset sumberdaya alam pesisir yang mampu menopang kelestarian perikanan serta jasa lingkungan, baik keindahannya maupun fungsi perlindungan pantainya, merupakan kekuatan yang spesifik untuk menunjang perekonomian di propinsi ini. Hasil survei (CRMP, 1998) menunjukkan bahwa potensi terumbu karang sebagai obyek wisata dan habitat ikan masih cukup besar, dengan penutupan lebih dari 50% di kawasan Teluk Lampung. Walaupun demikian, di beberapa lokasi menunjukkan penutupan karang yang sangat rendah, seperti di luar kawasan Teluk/gugus Krakatau yang kurang dari 10%.
Penangkapan ikan di laut merupakan kegiatan ekonomi yang penting untuk propinsi ini, karena kontribusinya dalam penyediaan protein hewani. Produksi perikanan laut yang didaratkan di Teluk Lampung sekitar 51.000 ton/tahun, di Pantai Timur sekitar 43.000 ton/tahun, dan di Pantai Barat sekitar 10.000 ton/tahun.
Pantai yang indah dengan lumba-lumbanya dan pasir putih (di Teluk Kiluan) serta gelombang yang sangat besar hampir di sepanjarg Pantai Barat, merupakan daya tarik tersendiri bagi pengembangan pariwisata di masa datang. Di Teluk Kiluan ini terdapat sebuah pulau yang didalamnya sering digunakan sebagai rumah singgah bagi pengunjung yang ingin menikmati keindahan teluk dan menikmati suasana pantai pasir putih. Kawasan ini termasuk ekowisata bangunan yang berada didalamnya pun bukan bangunan permanen sehingga masih terlihat alami. Potensi pariwisata tersebut dikaitkan dengan keindahan 69 pulau-pulau kecil serta cagar alam lautnya (Krakatau dan TNBBS), akan merupakan daya tarik yang kuat bagi wisatawan untuk berkunjung ke propinsi ini.
Mangrove yang berkembang dengan baik akan memberikan fungsi dan keuntungan yang besar, baik untuk mendukung sumberdaya perikanan laut dan budidaya, memberi pasokan bahan bangunan dan produk-produk lain, maupun untuk melindungi pantai dari ancaman erosi. Habitat padang lamun dan rumput laut alami menyediakan fungsi ekologis sebagai pelindung pantai dari gelombang dan berfungsi sebagai filter alami yang menjaga kualitas perairan supaya tetap jernih, dengan mengendapkan material tersuspensi dari pelumpuran (siltasi) di daratan. Selain itu, padang lamun merupakan daerah asuhan bagi ikan-ikan kecil dan anak-anak penyu (tukik) yang baru menetas. Ekploitasi rumput laut alami, seperti yang terjadi di sepanjang Pantai Barat, cenderung tidak berwawasan lingkungan, karena metode pemanenan yang merusak. Potensi perairan khususnya Teluk Lampung yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya laut (mutiara dan ikan) seluas 56.000 ha (Winanto, 1994). Dari potensi tersebut, seluas 5.000 ha telah diberikan sebagai wilayah konsesi kepada tiga PMA yaitu PT. Hikari, PT. Kyokko Shinju, dan PT. Lampung Indah Mutiara. Produksi mutiara setiap tahunnya dari ketiga PMA tersebut diperkirakan 500.000 butir mutiara.
Budidaya ikan kerapu dan ikan karang lainnya belum diusahakan secara optimal, sehingga peluang pengembangannya masih terbuka. Pilot proyek budidaya Kerapu Bebek dan Kerapu Macan sedang dilakukan antara Dinas Perikanan, Bappeda, Balai Budidaya Laut dan swasta di Tanjung Putus. Namun masih terdapat kendala teknologi yang cukup besar. Propinsi Lampung memiliki 1,3 juta ha kawasan hutan, seluas 422.500 ha (12,8%) telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Berdasarkan sumber informasi yang didapat bahwa wilayah laut Krui Lampung Barat memiliki potensi tambang migas, hal ini membutuhkan sebuah respek atau kerja keras pemerintah Lampung Barat melakukan survei, sehingga dengan dilakukan survei, maka akan didapatkan hasil yang pasti bahwa lepas pantai Krui mengandung potensi tambang migas. hal ini selanjutnya akan membawa warna baru bagi kekuatan Kabupaten Lampung Barat kedepan dalam kerangka melahirkan laju pembangunan yang bermanfaat serta melahirkan kesejahteraan masyarakat.
                                                                                                
Survei yang akan dilakukan tentu akan memakan biaya yang tidak sedikit, namun secara terencana apapun bisa dilakukan oleh pemerintah Lampung Barat karena jelas program dimaksud akan mendorong laju perkembangan ekonomi nasional. Artinya pemerintah Lampung Barat segera melakukan langkah memberikan pemaparan serta prosentasi kepada pemerintah pusat menyangkut penganggaran dana alokasi  khusus guna kepentingan dimaksud . Lokasi tambang migas dimaksud berada diseputar Way Haru atau wilayah dekat pulau Betuah yang diperkirakan diwilayah perbatasan pantai antara kabupaten Tanggamus dengan Kabupaten Lampung Barat.

Langkah awal yang harus dilakukan oleh pemerintah Lampung Barat, melakukan koordinasi antara dinas terkait yaitu dinas pertambangan Lampung Barat dengan DPRD Lampung Barat sehubungan target survei yang akan dilakukan untuk kepentingan mengetahui dimana posisi tambang Migas dimaksud berada secara positif, dan apabila tidak dimulai dari saat ini, maka Lampung Barat akan tetap tertinggal dalam melakukan sebuah gerakan pemanfaatan potensi daerah yang dimiliki oleh daerah, sementara sebagai daerah otonom pemerintah berhak menggunakan anggaran guna kepentingan dimaksud atau kepentingan apapun guna kemaslahatan masyarakat dan daerah Lampung Barat secara umum .DPRD Lampung Barat harus merespon
aspirasi ini guna memberikan pertimbangan yang mengarah pada kesepakatan bersama pemerintah . Kebenaran yang dilahirkan tentu akan mendapat dukungan semua pihak,disertai dengan melahirkan kemajuan daerah Lampung Barat.
b. Permasalahan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan keterbatasan sarana dan prasarana menjadi salah satu penghambat dalam pemanfaatan potensi sumber daya pesisir dan pariwisata yang ada di Pesisir Provinsi Lampung. Laju pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir Lampung terkait erat dengan adanya keberadaan sarana dan prasarana yang mendukung keberhasilan sektor usaha masyarakat pesisir yang kesulitan dari sisi aksesibilitas sarana perhubungan, prasarana umum lainnya, maupun perumahan. Fasilitas sarana prasarana dasar sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir untuk menopang kelancaran produksi dan distribusi barang dan jasa dari dan ke wilayah pesisir. Hal ini sangat penting karena berkaitan erat dengan pergerakan roda ekonomi di wilayah pesisir.
Disisi lain eksploitasi secara besar-besaran yang terjadi di masa lalu dengan pembangunan telah menyebabkan daya dukung ekologis wilayah pesisir terlampaui, sehingga dampak negatif dari eksploitasi sumberdaya berpengaruh langsung kepada masyarakat desa pesisir. Akses masyarakat ke daerah pantai pun banyak tertutup oleh pengembangan di wilayah ini. Proses tergerusnya garis pantai (erosi/abrasi) dan bertambah dangkalnya perairan pantai (sedimentasi/pengendapan), pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara alami.
Demikian pula halnya dengan yang terjadi di beberapa garis pantai Propinsi Lampung. Namun demikian, khusus di kawasan Pantai Timur Lampung, kecepatan dan akibat yang ditimbulkannya, juga sangat dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang telah membabat tanaman pelindung pantai (mangrove) dan ‘membangun’ di daerah yang secara geologi masih labil. Di kawasan Pantai Timur, erosi yang kuat ditemui antara Labuhan Maringgai (garis pantai mundur 300 meter sejak tahun 1992), Ketapang hingga Bakauheni. Menurut penuturan beberapa tokoh masyarakat, kondisi yang parah akibat erosi seperti yang terjadi pada saat sekarang (terutama pada musim Timur), hampir sama dengan kondisi tahun 1950-an atau tahun 1970-an, hal ini menunjukkan kondisi garis pantai yang dinamis. Masalah erosi pantai yang terjadi di Pantai Timur (khususnya Labuhan Maringgai) tersebut telah menyebabkan kerugian material, seperti lenyapnya bangunan-bangunan masyarakat dan fasilitas umum serta menimbulkan rasa tidak aman/nyaman bagi penduduk setempat.
Di Pantai Barat, proses abrasi terjadi hampir di sepanjang pantai, meliputi Curup-Siging, Teluk Krui dan Negri. Proses alami ini relatif kecil dan berskala lokal, dan masyarakat telah mengantisipasi dengan tidak membangun di daerah labil tersebut. Namun demikian, penambangan batu hitam di pantai, di perkirakan akan mempercepat laju erosi pantai dan akan mengancam jalan utama di sepanjang Pantai Barat. Kawasan erosi pantai yang lain terjadi di Teluk Lampung (di antara kaki Gunung Rajabasa dengan Ketapang, Kalianda), selain itu, erosi juga terdapat di Teluk Semangka antara Kota Agung dan Sukabanjar sepanjang sekitar 1,5 km. Sesuai dengan hukum keseimbangan, selain terjadi proses erosi akan ada kawasan pantai lain yang bertambah (tanah timbul) terutama di dekat muara-muara sungai. Hal ini terjadi di muara Tulang Bawang, Muara Seputih, dan muara Sekampung. Masalah yang muncul dengan adanya tanah timbul biasanya tentang kepemilikan tanah, status tanah, penggarapan dan penjualan illegal oleh oknum-oknum aparat desa atau institusi lainnya.
Sampai saat ini belum ada kajian secara komprehensif tentang fenomena erosi pantai dan belum ada penanganan secara terpadu tentang isu ini. Terhadap pengrusakan terumbu karang, telah dilakukan penindakan secara tegas berupa penangkapan dan operasi laut yang dilaksanakan oleh TNI AL. Namun demikian, belum ada upaya penanganan secara terpadu untuk menyelesaikan permasalahan pengrusakan habitat pesisir. Kerusakan sumberdaya alam di wilayah pesisir Lampung adalah sepenuhnya buatan manusia, karena:
• Manusia pada umumnya lebih menyukai permukiman, lokasi industri dan industri pariwisata massal di kawasan pantai
• Pola penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, racun dan trawl, terutama di kawasan terumbu karang (Teluk Lampung) dan gejala tangkap lebih (over fishing) dapat dibuktikan dengan makin mengecilnya ukuran hasil tangkapan ikan yang didaratkan di TPI
• Penggalian batu karang untuk pembangunan rumah, jalan, dan reklamasi di Teluk Lampung dan penambangan batu apung di Cagar Alam Laut Krakatau
Menjadikan pantai dan laut sebagai tempat pembuangan limbah, baik dari rumah tangga maupun dari industri. Ancaman terhadap pencemaran perairan teluk Kota Bandar Lampung berasal dari limbah domestik sekitar sejuta penduduk dan dari sekitar 42 industri di kota ini.
Nama:Wahidiyat Indra .L
NIM  : 21040110151083